Dream Bigger, Reach Higher: Epilog

Hai!

I have completed my 17-year-old journey in 2014. When I dream bigger, I can reach it higher. This is the last part of Dream Bigger, Reach Higher stories. Enjoy it!

***

Well done!

Dua target besar telah tercapai! Nothing is impossible as long as we believe.

Ini adalah bagian terakhir dari kisah perjuangan aku dalam Dream Bigger, Reach Higher. Kalau kalian mengikuti dan membaca semua bagian dengan saksama, kalian akan menemukan bahwa gaya bahasa yang aku gunakan dalam bagian perjuangan OSTN selama di Lombok (Siap Berkompetisi, Jatuh Bangun, dan Ini Mimpi atau Beneran?) dan perjuangan bunkasai selama di Jakarta (One More ‘Fight’) adalah gaya bahasa yang baku. Aku sengaja pake bahasa yang baku karena aku mau mencoba membawakan suasana seserius itu kepada kalian, para pembaca. Apalagi saat pengumuman pemenang. Sambil membayangkan kembali situasi saat itu, aku coba mengutarakannya lewat tulisan. ^_^

Epilog di sini sebenarnya menyimpulkan keseluruhan cerita aku sekaligus kelanjutan dan dampak dari kedua kemenangan aku itu. Udeh kayak novel aja ye, wkwkwk. Berharap banget kisah aku bisa menginspirasi semua orang untuk jangan berhenti berharap dan bertekad.

Ujian Tengah Semester (susulan)

Sepulang dari Jakarta, aku melanjutkan UTS. Aku mengikuti ujian susulan, ditemani beberapa teman yang lain, yang juga ikut bunkasai. Aku pengen tetap bisa dapat ranking pertama meskipun nggak ikut pelajaran selama sebulan (Agustus, karena pembinaan menuju tingkat nasional bulan September) dan nggak ikut UTS (karena berangkat untuk bunkasai).

Aku mengakui. Aku belum sepenuhnya menguasai pelajaran yang tertinggal. Baru sekitar 80%. Aku mesti banyak tanya dan berguru sama temen yang lain. Hehehe.

Alhasil, aku masih berhasil menjadi yang terbaik! Wow. Thanks, Gohonzon!

Semuanya kembali seperti biasa lagi.

Kuliah

Oh ya, aku pernah buat semacam janji sama diri sendiri. Aku akan kuliah kalau dapat medali emas. Dan aku sudah mendapatkannya. Aku mulai nyari informasi universitas-universitas tertentu yang jadi sasaran aku, di antaranya ada UGM, ITB, IPB, UMN, UPH, Binus.

Aku pengen ilmu biologi aku nggak hilang begitu aja setelah lomba. Susah tau, belajar dari nol sampe berhasil jadi yang terbaik. Aku pikir, aku akan masuk jurusan biologi.

Tapi, setelah melihat persyaratannya… Aku mulai menyerah buat masuk biologi. Pertama, pelajaran multimedia selama 3 tahun aku akan jadi sia-sia kalo ambil biologi. Kedua, hanya SMA-IPA dan SMK sebidang yang bisa masuk jurusan biologi. Aku mah SMK jurusan Multimedia, mana ada hubungannya sama biologi. Ditambah, Papa bilang aku hanya belajar biologi untuk lomba, bukan belajar terus-terusan kayak anak SMA-IPA.

Perlahan, aku bergeser ke jurusan Desain Komunikasi Visual, kemudian ke Ilmu Komunikasi, Public Relation, Hubungan Internasional, geser lagi ke Arsitektur, sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk masuk jurusan Teknik Informatika. Butuh waktu yang sangat lama, sekitar setengah tahun setelah aku menyerah dari jurusan biologi. Keputusan yang sulit bagi aku. Bahkan, untuk milih universitas pun butuh waktu yang lama.

Well. Finansial keluarga aku bukan termasuk golongan menengah ke atas. Jadi, aku juga mikirin biaya, selain mikirin jurusan. Untung aja, berkat medali emas OSTN SMK, aku bisa dapat potongan biaya yang terbilang sangat besar di beberapa universitas.

President University (PU) di Cikarang, misalnya, aku dapat beasiswa full sampe tamat! Makasih, PU. Hehehe. Selain itu, STIKOM Dinamika Bangsa di Jambi sini, juga tawarin aku beasiswa full.

Namun, dengan berat hati, aku mengambil pilihan lain. Aku menolak tawaran beasiswa di dua universitas itu. Aku juga nggak tahu persisnya apa yang mendasari aku buat nggak milih keduanya. Aku cuma ikutin kata hati. Kata hati? Wkwkwk. Galau juga cuy, milihnya. Pilihan aku jatuh pada Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Serpong. Aku dapat beasiswa uang pangkal dan biaya semester pertama. Aku tinggal bayar biaya untuk semester kedua, dan seterusnya. Di sana, ada aturan kalo IP termasuk yang tertinggi dalam program studi, masih dapat potongan biaya SKS.

Aku, Papa dan Mama sempat mau ganti ke PU, karena bisa free sampe tamat. Galau, ragu, bimbang. Selalu datang menghampiri aku setiap hari setelah aku tau biaya kos untuk kuliah di UMN cukup tinggi.

Satu-satunya cara biar aku bisa hadapi itu adalah dengan daimoku. Berdoa.

Aku nggak mau buat orangtua susah. Apapun yang telah aku putuskan pasti ada risikonya. Apapun itu. Take the risk, fear nothing. Itu kata-kata dari iklan rokok. Wkwkwk.

Aku harus yakin pada setiap langkah apa yang aku ambil. Seperti saat aku bingung milih bidang fisika atau biologi untuk OSTN. Ketika udah memutuskan biologi, aku harus melangkah mantap di jalur itu.

Cerita Kemenangan

Setelah meraih dua kemenangan, aku makin bersyukur. Aku bangga atas apa yang aku lakukan. Benar-benar kado ulang tahun yang takkan pernah terlupakan. Biar gak mudah lupa, dan selagi sekarang masih ingat, jadi ya aku ceritakan kembali dalam bentuk tulisan dengan posting.

Aku juga sempat share kemenangan aku di pertemuan chiku dan pertemuan generasi muda di kaikan. Sebenarnya aku juga berniat ceritain pas pertemuan umum. Cuman, Mama udah cerita duluan di hari kepulangan aku dari Lombok, yang pas itu ada pertemuan kofu. Bisa aja sih aku cerita lagi, tapi rasanya aku jadi nggak berani. Wkwk.

Ending

Tahun 2014 telah berakhir. Tahun 2015 telah berlangsung.

Aku tidak boleh hanya stick di tahun 2014 karena kemenangan. Itu hanya akan buat aku terlena dan underestimate everything. Kalo diibaratkan, kayak aku harus ‘menghapus’ euforia kemenangan, dan balik lagi ke sebelum aku menang.

Take it easy.

Sekarang, bulan Juni 2015. UN telah lewat. Pengumuman kelulusan pun sudah. Saatnya aku fokus ke apa yang akan datang berikutnya. Masa kuliah udah di depan mata. Dua bulan lagi, aku akan menjadi seorang mahasiswi.

Kuliahku akan menghabiskan banyak biaya orangtua. Beasiswa. Ya, aku berusaha untuk bisa mendapatkan beasiswa lagi untuk menunjang kuliah hingga tamat. Aku mulai menyusun rencana dari sekarang. Masih ada tiga orang adikku yang butuh biaya untuk sekolah.

Aku bertekad untuk menjadi anak, pemudi, dan mahasiswi terbaik. Aku bertekad untuk kembali membanggakan kedua orangtuaku.

It’s time to leave the comfort zone, and go hunting!

“Generasi muda tidak akan berkembang bila terus berada di dalam comfort zone.”