Hai!
Teori I, Teori II, dan Praktikum telah usai. Empat hari di Mataram telah kuceritakan pada dua bagian sebelumnya. Ini adalah bagian ketiga. Inilah bagian terakhir dari perjuangan OSTN SMK 2014 di Mataram, NTB. Don’t miss this one!
***
Hari ini bukan hari pengumuman. Para peserta dibawa berkeliling ke beberapa pusat kerajinan di NTB. Setelah sarapan, bus kembali menjemput kami.
Foto dulu
Pertama, kami mengunjungi sebuah desa tempat tenun. Aku selalu membawa kamera. Aku merekam serta mengambil beberapa foto di setiap tempat. Di tempat itu, juga dijual kain-kain hasil tenun. Ada juga beberapa orang wanita yang sedang menenun kain. Aku masuk ke dalam toko itu. Setelah mengelilingi isi dalam toko, aku keluar. Aku lihat Bu Reinna sedang mencoba menenun, didampingi seorang wanita penenun. Wanita itu mengatakan bahwa hanya perempuan yang belum menikah yang boleh menenun. Itulah sebabnya, para wanita yang sedang menenun itu belum menikah.
Tak mau melewatkan kesempatan mencoba menenun, aku, Retta, dan Wina juga mencoba, bergantian. Butuh ketelitian dan kesabaran dalam menenun. Setiap helai benang harus disusun sesuai dengan pola. Untuk menenun hingga menjadi kain jadi, dibutuhkan waktu selama 7 hingga 30 hari, tergantung pada tingkat kesulitan. Wanita itu juga mengatakan bahwa karakter seorang perempuan dapat dilihat dari caranya menenun. Disaksikan orang lain juga pas tenun. Wkwkwk.
Showroom Batik Sasambo SMKN 5 Mataram
Berikutnya, kami mengunjungi SMKN 5, di mana di sana ada pameran batik. Bukan hanya batik, kerajinan lainnya juga ada di sini. Aku, Retta, dan Wina memilih pergi melihat kerajinan lain. Proses membatik dan gerabah. Aku merekam perjalanan kami ke sana.
Bu Reinna, Bu Novi, dan Bu Mega ngga ikutan ke sini. Mereka memilih nyari makan. Wkwk. Kalo Bu Narti mah, ngikut. Bahkan aku terpisah bus dengan beliau. Kayaknya beliau asyik banget gitu sama guru dari daerah lain. Wkwkwkwk.
Pantai lagi
Terakhir, kami menuju ke pantai. Jam makan siang tiba saat kami sampai di pantai. Matahari memang sedang sangat terik, tetapi ini tidak menghalangi semangat peserta lainnya untuk bermain di pantai. Setelah makan siang, aku melihat peserta SMA ada di sana. Ada yang berfoto, bermain air, hingga naik perahu.
Pantai lagi
Aku, Fritz, Retta, dan Wina sempat membeli gelang bertuliskan Lombok. Bagus juga membelinya, namun secara terpisah dengan kami. Gelang ini terbuat dari pilinan benang. Seorang penjual menawarkan pada kami berempat dengan harga yang cukup tinggi, terbilang tak masuk akal untuk sebuah gelang, meskipun handmade. Kami melakukan tawar menawar, hingga akhirnya kami membeli semua gelang yang ia tawarkan dengan harga yang lumayan terjangkau. Tampaknya, penjual itu pasrah. Satu melawan empat, apa daya baginya untuk menang. Akhirnya, dia jualin semua ke kami dengan harga yang telah disepakati. Sebenarnya, masih bisa dapat di bawah harga itu. Tapi, kasian lihat mukanya udah pasrah gitu, mau cepat-cepat pergi. Keusilan ini dimulai sama Fritz. Hahaha.
Waktu main udah habis. Saatnya kembali ke hotel. Kami berlima udah dapat kawan, jadi udah ngga sama guru terus. Have fun banget dah.
Dalam perjalanan, bus membawa kami berhenti di pusat oleh-oleh baju dan makanan. Aku juga ikutan berburu baju Lombok buat orang rumah, dan makanan khas sana.
Malam harinya, aku ngga mau terlewatkan begitu saja. Kami kembali bermain kartu. Aku belajar strategi main UNO yang sebenarnya dari mereka yang cowok. Yang kalah bakal diolesin bedak baby. Entah siapa yang bawa. Wkwkwk.
Siang ini bakal diadakan acara penutupan sekaligus pengumuman pemenang. Ini paling mendebarkan. Huaaa…
Bersama duo Kalbar
Kami kembali mengenakan baju batik provinsi. Acara digelar di Hotel Lombok Raya. Kali ini, dihadiri oleh Bapak M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Dalam pidatonya, beliau ingin agar OSN tetap diadakan setiap tahun. Dan ini adalah tahun terakhirnya menjadi Mendikbud RI Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, karena akan segera digantikan oleh kabinet presiden baru.
Next. Setelah acara penutupan selesai, saatnya pengumuman pemenang. Aku berasumsi bahwa pemenang dari jenjang SMA yang akan diumumkan terlebih dahulu. Ternyata, asumsiku salah, saat mendengar pembawa acara mengumumkan nama pemenang dari medali emas bidang Matematika Teknologi. Pengumuman dimulai dari peraih medali emas!
Aku duduk di antara peserta bidang Biologi Terapan. Aku bersiap-siap untuk mengambil foto bila seorang perwakilan provinsi Jambi dipanggil ke depan.
Provinsi Jawa Tengah meraih medali emas untuk bidang Matematika Teknologi. Sang juara maju ke depan, naik ke atas panggung. Pak M. Nuh secara langsung mengalungkan medali emas padanya.
Bidang Matematika Non Teknologi. Aku berharap nama Floretta yang disebut. Mengingat ia tampak semangat selama lomba. Nama perwakilan Jawa Tengah kembali disebut. Dua orang berseragam batik Jawa Tengah telah berdiri di atas panggung.
Selanjutnya, bidang Fisika Terapan. Apakah nama Fritz yang akan disebut? Kali ini, DKI Jakarta yang meraihnya. Tersisa bidang biologi dan kimia.
“Biologi Terapan,” sebut pembawa acara itu. Jantungku mulai berdebar. Aku tahu, peserta yang lain juga demikian. Targetku memang medali, khususnya emas untuk memecahkan rekor provinsi Jambi. Namun, kesalahan yang aku lakukan saat sesi praktikum tampaknya tidak menjaminku meraih emas. Aku hanya merasa optimis. Aku membiarkan kesalahan yang telah berlalu, tetap berlalu. Aku tahu, aku tidak bisa memperbaiki sesuatu yang telah berlalu. Apakah aku akan dipanggil sebagai peraih medali emas? Atau medali perak? Perunggu?
Detik terus berjalan. Pembawa acara itu melanjutkan pengumuman dengan menyebutkan nama sang juara peraih medali emas bidang biologi ini, tanpa membiarkan aku berpikir terlalu lama.
“Christine,…”
Aku mendengar namaku…
”… Liviani,…”
Iya. Itu namaku! Tapi, apakah mungkin itu aku? Aku sempat diam, membisu. Tak bergerak. Mencoba mencerna kembali. Mencoba mengingat kembali, apakah aku salah mendengar. Mulutku mulai membuka, makin lebar, seolah aku masih belum percaya.
”… dari SMK Unggul Sakti Jambi …”
Sambil mendengar kata-kata itu, aku melihat Fritz, Retta, dan Wina di deretan kursi di depan. Aku mendengar mereka berseru, “Itu Tin-tin!” Mereka menoleh ke belakang melihatku.
Aku mulai berdiri. Itu namaku! Itu nama sekolahku! Aku merasakan semua buluku berdiri. Aku melangkah maju ke panggung. Aku masih belum percaya.
”… Provinsi Jambi!”
Aku melirik layar yang menampilkan nama juara. Aku melihat namaku ada di sana. Itu pasti aku!
Langkahku makin cepat. Aku mulai tersenyum. Seorang panitia mengisyaratkan padaku untuk melalui langkah ke arahnya, lalu naik ke panggung dari tangga depan. Aku mempercepat langkahku. Tapi, aku masih belum percaya sepenuhnya.
Sekarang, aku berdiri di depan bapak M. Nuh. “Biologi, ya?” tanya beliau sambil mengambil medali emas. Beliau mengalungkannya padaku. Lalu, beliau menjabat tanganku sambil berkata, “Selamat, ya!” Aku mengucapkan terima kasih atas ucapan selamat beliau.
Aku berdiri di sebelah sang juara Fisika Terapan. Aku melihat, bagaimana luasnya ruangan itu, bagaimana meriahnya suasana itu. Tapi, aku masih belum percaya. Aku ragu. Aku ragu jika itu memang aku. Sambil berbalik arah, aku mengeluarkan ponselku dan mengirim chat untuk Retta. Aku ingin memastikan apakah itu benar-benar aku yang dipanggil. Seorang laki-laki berseragam batik Jawa Tengah berdiri di sebelah kiriku. Ia adalah peraih medali emas bidang Kimia Terapan.
Lengkap sudah, lima orang peraih medali emas jenjang SMK. Pembawa acara melanjutkan pengumuman untuk peraih medali emas jenjang SMA. Aku kembali melihat ponselku. Retta meyakinkan padaku, itu memang aku! Aku mencoba melihat Recent Updates di BBM. Benar saja, sudah ada yang membuat Personal Message yang mengucapkan selamat padaku. Aku mulai percaya. Aku menulis “GOLD!!!!!” di Personal Message-ku. Setelah itu, aku simpan kembali ponselku.
Aku mulai menikmati berdiri sebagai peraih medali emas. Aku berada di depan mereka semua. Cahaya kamera terus mengenai kami yang sedang berdiri. Air mataku penuh di mata, dan mulai mengalir ke pipi. Aku menahan tangisku. Aku tak ingin menangis di sini. Aku ingin menangis bersama Wina dan Retta, dan teman-teman yang lain.
Aku berdiri cukup lama. Sembilan bidang lomba SMA dengan 5 orang peraih medali emas tiap bidang. Aku melihat bagaimana ekspresi mereka saat namanya disebut. Mereka sangat girang! Bahkan ada yang berlari, sujud syukur, gembira, meloncat! Aku tak menyangka. Aku berdiri bersama mereka, peraih medali emas!
Aku berterima kasih pada Gohonzon saat itu juga.
Tangisku dan beberapa yang lain tumpah saat bapak M. Nuh mewawancarai salah seorang peraih medali emas yang masih menangis terisak-isak.
Kemudian, kami berfoto bersama, sambil mengangkat medali. Aku merasa sangat lega. Ya. Aku bangga pada diriku sendiri.
Targetku berhasil tercapai!
Sesaat setelah turun, aku melihat ponselku penuh dengan ucapan selamat dari para kerabat dan guru. Di saat itu juga, kelasku sedang mengikuti les. Salah seorang temanku mengatakan, teman-teman kelasku bergembira atas kemenanganku! Mereka berteriak saat seorang dari mereka berteriak bahwa aku meraih emas.
Aku masuk kembali ke dalam ruangan itu. Baru melangkah sedikit, Bagus dan temannya dari Aceh yang juga ikut bermain UNO bersama, langsung menyalamiku. Aku terus berjalan. Melewati tempat Retta, ia menyalamiku. Aku menuju ke tempat Wina. Di sana, aku langsung menangis. Aku melihat Wina juga menangis. Fritz, Tegar, Fernando, dan teman-teman yang bermain UNO bersama, semuanya menyalamiku, memberiku ucapan selamat. Mataku masih basah. Aku tak peduli bagaimana kontingen yang lain memandangku. Aku berada di sekitar mereka, teman-temanku, sekarang.
Aku kembali ke tempat dudukku untuk mengambil barang-barangku. Peserta biologi itu semua langung menyalamiku. Semua!
Aku mendengar nama Retta disebut. Retta mendapat medali perunggu!
Aku kembali ke sekitar teman-temanku, di tempat Wina. Terakhir, nama Fritz disebut! Fritz mendapatkan Juara Harapan II.
Tetapi, Fritz tampaknya kecewa. Kecewa berat. Dia menargetkan emas. Aku dan Retta menghentikan kegembiraan kami. Aku tidak ingin membuat Fritz tambah sedih. Begitupun Wina.
Bu Evi, Pak Samuri, Sir Linus, mereka menelponku untuk memberikan ucapan selamat. Aku berhasil membawa medali emas pertama untuk Jambi. Tak ketinggalan, Mama juga menelponku.
Sekembalinya ke hotel, banyak peserta yang memilih berenang. Sementara, aku, Retta, dan Wina memilih menenangkan diri di kamar. Aku tahu, Wina sedih. Aku sempat bertemu dengan Pak Himawan. Aku menunjukkan medaliku pada beliau. Dan beliau turut gembira. Beliau mengucap syukur.
Malam harinya, Bu Narti membawa aku, Retta, Wina, Bu Novi, dan Bu Reinna untuk makan malam bersama, merayakan kemenangan. Kami memilih Rumah Makan Ayam Taliwang “Yeni Murad”, atas rekomendasi dari supir taksi yang kami tumpangi. Kami makan masakan khas Lombok.
Kemudian, kami pergi ke toko pakaian. Aku membelikan baju terusan untuk Bu Evi.
Sekembalinya ke hotel, kami menghabiskan malam bersama teman-teman lainnya. Kali ini lebih banyak bercerita. Sampai tengah malam.
Malam terakhir di Lombok
Urutan foto: Fritz - Tegar (Kimia, Kalbar) - Nando (Fisika, Kalbar) - Wina - Retta - Christine.
Usai sudah perhelatan olimpiade sains terbesar di negeri ini. Saatnya pulang ke provinsi masing-masing.
Kontingen Jambi tiba di kota Jambi sekitar pukul 10 malam. Hari ini ada pertemuan kofu di kaikan. Ternyata, Mama menceritakan kemenanganku di sana. Selepas pertemuan, keluargaku menjemputku di bandara. Aku disambut oleh Sir Linus, Sir William, Sir Alvin, Bu Ros, Sir Setiawan, Pak Santoso, Pak Vena, Bu Evi juga. Ramai sekali.
Aku benar-benar bersyukur. Aku menang! Targetku telah tercapai. Kini, tersisa satu target lagi: Bunkasai Nasional 2014, pada 12 Oktober.
***
Peraih medali emas OSTN SMK 2014
Peraih medali emas OSN SMK 2014