Hai!
Bagian pertama telah menceritakan bagaimana aku melalui hari-hari awal di Mataram. Dan, ini adalah bagian kedua, tentang perjuangan selama sesi praktikum. Aku melalui hari yang cukup panjang dan melelahkan. Target: medali [emas]!
***
Aku, Wina, dan Fritz menuju ke laboratorium masing-masing. Sementara Retta dan Bagus kembali ke ruangan yang sama seperti kemarin. Laboratorium biologi dan kimia terletak berseberangan. Sembari menunggu jam dimulainya praktikum biologi, aku bisa menyaksikan pengumuman 15 besar bidang kimia yang lolos ke sesi praktikum.
Semua peserta sangat tegang. Ketegangan bukan hanya dirasakan mereka yang kimia, tetapi juga kami yang biologi. Aku melihat Bu Reinna dan Wina menyimak dengan saksama, berharap provinsi Jambi kembali lolos, seperti tahun sebelumnya. Sambil menunggu nama provinsi Jambi disebut, aku mendengar kabar bahwa Fritz telah lolos ke sesi praktikum fisika. Kebahagiaan bukan hanya diberikan pada bidang fisika. Wina juga lolos! Selamat! Tidak ada kontingen Jambi yang gugur. Aku bisa melihat wajah Bu Reinna yang tadinya tegang, kini merasa lega. Namun, beliau menyadari bahwa untuk mendapatkan medali di bidang kimia ini sangat sulit, mengingat lawannya sebagian adalah SMK Analisis Kimia, yang memang pelajarannya berfokus pada kimia.
Kini, juri bidang biologi keluar dari laboratorium. Kami dibagikan baju lab yang akan dipakai selama sesi praktikum. Setelah itu, kami masuk ke laboratorium. Urutan 1-17 menjalani sesi pertama di lantai 3. Sisanya di lantai 2. Aku dihadapkan pada sebuah mikroskop binokuler, pipet tetes, dua buah botol air yang berisi mikroalga (masing-masing berbeda kekeruhannya karena berbeda hari memasukkan mikroalga), dan sebuah alat untuk menghitung. Hari-hari sebelumnya, kami telah diingatkan untuk membawa kalkulator. Aku tidak membawanya. Kuberitahu pada Bu Narti dan beliau meminta kepada delegasi dinas provinsi untuk mencarikannya. Sehari sebelum sesi praktikum, aku sudah mendapatkan kalkulator dan stopwatch.
Sesi pertama dimulai. Tugasnya adalah menghitung jumlah mikroalga dan melihat perbedaan antara kedua botol air yang berisi mikroalga. Juga, diminta untuk menggambarkan mikroalga tersebut. Aku menghabiskan waktu cukup lama untuk mencari mikroalga tersebut. Sementara, aku mendengar suara alat penghitung jumlah dari beberapa kontingen telah berbunyi. Aku mencoba tetap tenang. Namun, tampaknya aku masih belum menemukan. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Ada beberapa objek aku lihat. Setelah melihat berkali-kali, aku memutuskan untuk yakin pada apa yang kulihat. Aku gambarkan dan aku hitung. Aku tulis datanya ke kertas yang telah disediakan.
Aku belum sepenuhnya yakin pada apa yang aku tulis. Sisa waktu tak lebih dari 30 menit. Seorang pria datang padaku. Beliau adalah salah seorang juri. Melihat gambarku yang tak sesuai menurutnya, beliau mengatakan sesuatu padaku. Beliau tidak memberitahu padaku, apakah aku salah melihat objek atau tidak. Beliau hanya mengatakan, “Gambarnya tidak sekecil ini.” Beliau sempat bertanya darimana aku berasal. Dalam pikiran, aku takut bila beliau mengurangi nilaiku. Waktu tak banyak tersisa. Aku mencoba mencari objek lain. Aku menduga, objek yang aku lihat tadi adalah salah.
Keringatku mulai bercucuran. Aku mulai cemas. Untuk menenangkan diri, aku berdaimoku dalam hati sambil memindahkan bidang pandang. Aku tak tahu menghabiskan waktu berapa lama hingga akhirnya aku menemukannya. Aku menemukannya! Aku sangat yakin pada objek yang kulihat ini! Kecemasanku berganti menjadi kegirangan. Aku mengganti semua data yang telah aku tulis. Sementara, aku masih mendengar suara kontingen lain menekan alat penghitung itu, makin berkurang. Aku harus melakukan langkah yang sama terhadap botol yang kedua. Kemudian, merapikan kembali meja praktikumku. Dan, aku berhasil menyelesaikan perhitungan tepat pada waktunya. Aku benar-benar lega.
Kelegaanku harus segera berakhir. Masih ada 2 praktikum lagi. Setelah break time dan mengonsumsi kue dan minum, kami turun ke lantai 2. Selama praktikum sesi pertama tadi, aku mendengar suara ketukan mortar dari lantai 2.
Ada 2 praktikum: menguraikan pigmen daun berwarna hijau dan daun bukan berwarna hijau, dan menguji pH enzim katalase. Aku sama sekali belum pernah melakukan praktikum menguraikan pigmen daun. Tapi, aku teringat. Wina pernah menunjukkan padaku kertas hasil praktikum kromatografinya dan menjelaskan sedikit padaku bagaimana warna-warna tersebut bisa terurai, saat masih pembinaan di SMAN 3 Kota Jambi.
Aku memilih mengerjakan pengujian pH enzim katalase terlebih dahulu, karena aku sudah pernah melakukannya. Awalnya aku tidak menemukan kesulitan. Namun, karena aku mulai gugup, aku melakukan sedikit kecerobohan tanpa sengaja. Pipet tetes yang aku gunakan untuk mengambil ekstrak hati ayam, aku gunakan kembali untuk mengambil hidrogen peroksida (H2O2). Jika bercampur, akan mengeluarkan gas O2, sehingga tabung hidrogen peroksida itu menjadi sulit ditutup. Aku menekan tutupnya agar benar-benar tertutup. Sebenarnya, pipet itu sudah aku cuci. Namun, saat melihat kontingen lain mulai melakukan praktikum menguraikan pigmen daun, di situlah aku mulai cemas. Aku cepat-cepat menyudahi mencuci pipet tetes itu. Meskipun masih ada sedikit sisa ekstrak. Bukan hanya itu. Sebuah pipet tetes kupecahkan bagian ujungnya saat mengeringkan setelah mencucinya! I was so sorry. I was almost down.
Setelah pengujian selesai, aku segera menjawab pertanyaan dan menulis data-data hasil praktikum. Lalu, melanjutkan praktikum yang terakhir.
Di praktikum ini, aku juga melakukan kecerobohan. Selama pengerjaan, aku diamati oleh jurinya. Aku sedikit gugup. Setelah semua langkah-langkah aku kerjakan, aku sadar, bahwa salah satu pigmennya tidak terurai. Setelah dicermati, aku salah melakukan prosedur. Seharusnya, titik pigmen tersebut tidak terendam alkohol. Salah satu pigmen yang aku buat terendam, sehingga tidak terurai. Aku ingin mencoba sekali lagi. Namun, waktu tak mengizinkan. Waktu semakin sedikit. Aku langsung menuliskan data-data dan menjawab pertanyaan di kertas itu. Aku tahu di mana letak kesalahanku sehingga hasil yang diminta tidak kudapatkan. Aku jelaskan di kertas tersebut.
Di tengah aku sedang menulis, tutup tabung hidrogen peroksida meloncat! Ini pasti karena gas oksigennya telah penuh dan mendorong tutupnya untuk terbuka, pikirku. Aku menutupnya kembali. Setelah selesai, aku mencuci semua peralatan. Aku selesai pada saat waktu telah habis.
Keluar dari ruangan itu, aku mulai pesimis. Aku melakukan kesalahan. Aku takut bila aku tidak berhasil meraih medali.
Sesaat kemudian, semua guru biologi diminta masuk ke dalam laboratorium. Para juri ingin menyampaikan sesuatu. Aku mencari Bu Reinna yang sedang berada di luar. Aku menceritakan semuanya pada beliau.
Setelah Bu Narti keluar bersama guru biologi lainnya, Bu Narti mengatakan bahwa para juri memberitahu mengenai penggunaan alat praktikum. Tidak semua peserta mahir menggunakan alat-alat. Rasa pesimisku mulai menjadi optimis kembali. Aku yakin pada apa yang kulakukan. Aku menilai bahwa aku bisa menggunakan alat-alat dengan baik. Aku hanya melakukan kesalahan pada prosedur kerja, bukan pada penggunaan alat. Aku juga yakin pada jawaban yang aku tulis di kertas jawaban. Aku kembali merasa optimis!
***
Setelah makan siang, aku dan Bu Narti kembali ke hotel. Sementara Bu Reinna masih harus menunggu Wina. Wina masih harus melakukan presentasi setelah praktikum. Retta dan Bagus sudah kembali ke hotel duluan.
Saat menunggu bus untuk mengantar ke hotel, aku ditelpon oleh Bu Evi melalui ponsel Bu Narti. Aku menceritakan semuanya. Aku mempertegas bahwa aku yakin pada teori dan jawaban dari hasil praktikum. “Kalau gitu, perak atau perunggu sudah di tangan,” begitu respon Bu Evi.
Papa juga menanyai bagaimana perjuangan hari ini melalui BBM. Aku menceritakan padanya. Sama seperti apa yang kutegaskan saat menelpon Bu Evi, aku juga memberitahu Papa bahwa aku yakin pada diriku sendiri.
Saat di dalam bus, aku kembali ditelpon oleh Sir Linus. Jujur, aku ingin mengatakan bahwa aku optimis. Namun, aku sedang berada di dalam bus, di mana semua orang bisa mendengarku. Aku tak ingin memperdengarkan pada orang lain apa yang terjadi. Saat Sir Linus bertanya, “Apa feeling kamu? Sama seperti saat provinsi, optimis?” Tak sadar, aku menjawab, “Iya, Sir. Seperti saat provinsi.“
“Kalau sama seperti saat provinsi, berarti bisa dapat emas dong. Kan saat provinsi bisa dapat juara pertama. Sir sudah siapkan bonus untukmu,” respon beliau. Aku tidak tahu harus merasa senang atau justru sedih. Yang ada di pikiranku adalah aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku ingin membuat bangga mereka yang telah percaya padaku, termasuk Sir Linus.
***
Setelah Wina kembali ke hotel, kami bermain ke pantai. Oh ya, namanya Pantai Senggigi. Fritz dan Bagus yang sekamar dengan Tegar, dari Kalbar, telah berkenalan dengan yang lain terlebih dahulu. Bersama Fritz, Bagus, Tegar, Lukman, dan beberapa peserta dari daerah lain, kami berjalan menyisir pantai di belakang hotel. Kami ingin menikmati sunset. Aku menyiapkan kamera untuk mengambil momen-momen indah. Benar-benar merelaksasi. Banyak foto yang kuambil. Beberapa di antaranya adalah berikut ini.
Ponselku berdering. Bu Narti meminta kami untuk kembali. Kontingen SMA dan SMK Jambi diundang untuk makan malam bersama dinas provinsi Jambi. Aku belum rela untuk pergi, sebenarnya. Tapi, matahari telah terbenam. Malam segera tiba. Kami kembali ke kamar untuk membersihkan badan.
Malamnya, kami menuju ke Restoran Sederhana. Seseorang berkata padaku, “Kita jauh-jauh ke Lombok, tapi malah makan masakan Padang, yang jelas-jelas di Jambi pun bisa kita dapatkan dengan mudah.” Cukup menggelitik.
Hari yang cukup panjang.
Kami berlima menghabiskan malam dengan bermain kartu UNO bersama kontingen dari provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Aceh. Kami bermain di samping kolam renang. Hanya aku, Wina, dan Retta yang perempuan. Malam yang berkesan.